Rabu, 01 September 2010

Mediasi: Problem Solving Technique Dalam Tiga Wajah Hukum Indonesia

Judul Buku : Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syari’ah, Hukum Adat, Dan Hukum Nasional
Penulis : Prof. Dr. Syahrizal Abbas
Penerbit : Kencana
Tebal : XVII + 415 halaman
Terbit : Mei-2009
Peresensi : Abdul Malik

Sebagai zoon politicon, manusia tidak akan pernah mungkin bisa terhindar dari adanya konflik, kendatipun dalam proses interaksi dan sosialisasi, mereka cenderung menghindari timbulnya konflik sebagai upaya preventif. Sebuah pengibaratan sederhana, dinamika kehidupan manusia dan konflik merupakan dua sisi mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan dan selalu bersinggungan. Untuk itulah, konflik akan terus berkembang selama bola salju kehidupan masyarakat terus menggelinding makin membesar, dan tidak ada sebuah hal dari konflik apapun kecuali ada solusinya.

Mediasi merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa/konflik (Problem Solving Technique) yang dilakukan baik di pengadilan maupun di luar pengadilan. Mediasi tumbuh dan berkembang sejalan dengan keinginan manusia yang ingin menyelesaikan sengketa/konflik secara cepat, tepat dan memuaskan kedua belah pihak tanpa ada pihak yang menjadi pemenang dan pihak yang kalah, melainkan sama-sama menang (win-win solution)
Sejauh ini mediasi telah terbukti mampu menyelesaikan sebagian besar konflik persengketaan di tengah-tengah masyarakat sesuai dengan apa yang diinginkan fitrah manusia. Mediasi merupakan sebuah jawaban atas keinginan masyarakat yang mencari jalan penyelesaian sengketanya sehingga bisa hidup damai, aman, adil dan sejahtera. Mediasi juga menjadi jalan yang efektif dalam memberikan kesadaran kepada kedua belah pihak yang bersengketa untuk bermusyawarah, mencari dan menemukan jalan yang terbaik dalam menyelesaikan sengketa mereka. Oleh karena itu, mediator menjadi inti dalam mencari pola dan strategi yang kemudian ditawarkan kepada kedua belah pihak.
Dalam mediasi, skill merupakan unsur yang sangat urgen bagi seorang mediator dalam menentukan berhasil tidaknya proses mediasi yang sedang di tanganinya. Bagi mediator, mediasi adalah keahlian yang harus diasah, dirasakan, dan harus dimaknai dalam menjembatani para pihak yang bersengketa.
Buku Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syari’ah, Hukum Adat, Dan Hukum Nasional karya Prof. Dr. Syahrizal Abbaz adalah sebuah karya yang mengkaji dan membahas tentang mediasi, bukan saja tentang pengertian atau sejarah mediasi, tetapi juga menyajikan cara-cara menjadi mediator yang handal lengkap dengan syarat-syarat dan skill yang harus dimiliki mediator.
Syahrizal Abbaz dalam karyanya ini, menyajikan berbagai informasi penting tentang mediasi. Mediasi sebenarnya telah mendapat tempat dari sejumlah sistem hukum yang ada di Indonesia, yaitu hukum Syari’ah, hukum Adat dan hukum Nasional. Ketiga sistem hukum inilah yang menjadi inti bahasan Syahrizal Abbaz dalam bukunya tersebut. (BAB III-V).
Pada bab awal Syahrizal Abbaz mencoba menerangkan mediasi, ruang lingkup, manfaat mediasi serta prinsip-prinsipnya. Mediasi sebagai alternatif untuk menyelesaikan sengketa bertujuan mewujudkan kesepakatan damai dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan imparsial. Demi mewujudkan kesepakan damai tersebut maka mediator harus memahami dan mengaplikasikan prinsip-prinsip dari mediasi sebagai landasan filosofi. Adapun prinsip dasar (basic principles) dari mediasi adalah prinsip kerahasiaan (confidentiality), prinsip sukarela (volunteer), prinsip pemberdayaan (empowerment), prinsip netralis (neutrality), dan prinsip solusi yang unik (a unique solution). (Hal 28)
Unsur penting lainnya dalam mewujudkan suatu perdamaian adalah kemampuan mediator sebagai persyaratan berupa kemampuan personal dan formal. Kemampuan personal antara lain kemampuan membangun kepercayaan para pihak, kemampuan menunjukkan sikap empati, tidak menghakimi dan memberikan reaksi positif terhadap sejumlah pernyataan yang disampaikan para pihak dalam proses mediasi, walaupun ia tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Selain itu mediator juga harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik, jelas, teratur serta mudah dipahami para pihak karena menggunakan bahasa yang sederhana. (Hal 60-63)
Lebih lanjut, dalam pembahasan berikutnya penulis buku ini menyajikan konstruksi mediasi perspektif Syari’ah yang merupakan manifestasi dari Islam rahmatan lil alamin, praktik mediasi juga tertuang dalam al-Qur’an surat al-Hujarat ayat 9 yang artinya: “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya…”. Ayat tersebut menjadi landasan bahwa al-Qur’an melegitimasi upaya damai sebagai jalan terbaik dalam menyelesaikan sengketa. Rasulullah adalah mediator handal terbukti banyak sengketa yang berhasil didamaikan oleh beliau, diantaranya: saat mendamaikan masyarakat Makkah pada peletakan kembali Hajar Aswad, dan perjanjian Hudaibah ketika kaum muslimin ingin menunaikan ibadah umrah.
Selain dalam hukum Syari’ah, dalam hukum Adat pun konsep mediasi telah lama menjadi sebuah solusi alternatif untuk menyelesaikan sengketa. Hukum Adat memiliki karakter yang khas dan unik bila dibandingkan dengan sistem hukum lain. Hukum Adat lahir dan tumbuh dari masyarakat, sehingga keberadaannya bersenyawa dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Hukum Adat tersusun dan terbangun atas nilai, kaidah, dan norma yang disepakati dan diyakini keberadaannya oleh komunitas masyarakat Adat. Hukum Adat memilki relevansi kuat dengan karakter, nilai, dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat Adat. Dengan demikian, hukum Adat Indonesia merupakan penjelmaan dari kebudayaan masyarakat Indonesia. Hukum Adat bersandar pada alam pikiran bangsa Indonesia yang tidak sama dengan alam pikiran yang menguasai sistem hukum Barat atau sistem hukum lainya. (Hal 235) Dalam menyelesaikan sengketa, hukum Adat menggunakaan empat mekanisme musyawarah dengan bentuk mediasi, negosiasi, fasilitasi, dan arbitrase.(Hal 249) Para tokoh Adatlah yang kemudian berperan sebagai mediator dalam menyelesaikan sengketa, baik itu ranah privat maupun ranah publik.
Di akhir bukunya Syarizal Abbaz memberikan informasi terkait dengan mediasi perspektif hukum Nasional. Sejarah berbicara bahwa mediasi telah dikenal masyarakat Indonesia sejak zaman kolonial Belanda, akan tetapi hanya terbatas pada kasus-kasus keluarga dan perdata pada umumnya seperti perjanjian jual beli, sewa-menyewa, dan berbagai kasus perdata lainnya. Pada perkembangannya mediasi secara konkret baru digunakan sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa, baik di pengadilan (litigasi) maupun di luar pengadilan (non litigasi) setelah lahirnya UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesain Sengketa, Peraturan Pemerintah (PP) No. 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyediaan Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan, dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan kemudian disempurnakan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008.
Buku Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syari’ah, Hukum Adat, Dan Hukum Nasional karya Prof. Dr. Syahrizal Abbaz ini disajikan secara lengkap terkait dengan mediasi serta teknik-teknik handal menjadi mediator. Akan tetapi ada satu hal yang terlupakan oleh Syahrizal Abbaz dalam bukunya ini, yakni tentang teknik-teknik mediasi. Sebenarnya tentang teknik mediasi telah disinggung oleh penulis, akan tetapi secara general dan belum terperinci.
Terlepas dari kekurangannya, buku ini sebagaimana disampaikan Syahrizal Abbaz pada kata pengantar adalah hasil riset post doctoral dalam bidang pembandingan hukum dan mediasi (comparative law and mediation) di McGill University Montreal Canada tahun 2008. Buku ini juga mendapat pengayaan materi training mediasi di St. Stephen’s house community di Toronto Canada. Oleh karena itu secara akademik buku ini memiliki argumentasi ilmiah yang tidak diragukan lagi. Dengan argumen ilmiah serta dikemas dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami sehingga buku ini sangat layak dikonsumsi atau menjadi referensi mahasiswa hukum (syari’ah), dosen, praktisi hukum, dan mediator khususnya.
Selengkapnya...

Bisnis Ramadhan

oleh: Malik Ibn Syafi'i
Bulan Ramadhan selalu memberikan warna tersendiri bagi kaum muslimin di Indonesia. Banyak sekali kehangatan dan kejutan yang terjadi selama bulan Ramadhan. Setiap memasuki bulan ramadhan atau bulan puasa selalu kita jumpai umat islam berbondong-bondong meningkatkan iman beserta taqwa yang biasa kita lihat dengan penuhnya masjid-masjid setiap shalat, tadarusan siang malam berdendang tanpa henti, bahkan umat islam kelihatan sangan erat persaudaraannya dengan shalat berjama’ah dan saling bersilaturrahim.
Tidak selesai sampai disitu umat islam dalam menyambut dan melaksanakan bulan ramadahan tidak henti-hentinya mensyiarkan dakwah islamiyah baik secara lisan maupun tulisan. Banyak halaqoh-halaqoh kecil serta kajian ramadhan yang tersebar di media cetak dan elektronik.
Meskipun demikian, jika kita berkaca dengan ibadah puasa yang di lakukan orang tua kita terdahulu, maka banyak sekali terjadi pergeseran, baik secara kualitas maupun kuantitas. Kualiatas dalam artian banyak diantara kita sekarang yang menjalankan puasa hanya sekedar formalitas belaka yang dilaksanakan
berulang-ulang tiap tahun tanpa didasari rasa bahwa puasa adalah suatu ritual yang sarat makna dan hikmah terkandung dalam pelaksanaannya. Begitu juga secara kuantitas dalam artian nilai-nilai ibadah puasa yang kita laksanakan harus diiringi dengan ibadah-ibadah lain sebagai penunjang keafdholan puasa.
Dewasa ini, bukan lagi kenikmatan dan penghanyatan terhadap puasa untuk meraih tinggkat takwa yang terjadi. Akan tetapi, Ramadhan dianggap sebagai bulan bisnis yang didalamnya banyak terkandung komerialisasi atas nama Ramadhan.
Apabila kita amati fenomena puasa akhir-akhir ini, jika diawal puasa masjid penuh dengan jama’ah yang salat isya, tarawih dan witir, lalu kemana jama’ah tersebut sekarang? Hanya menyisakan beberapa shaf dan segeletir pemuda, ironis memang.
Dahulu orang-orang sibuk beri’tikaf dan meramaikankan masjid diawal terlebih diakhir-akhir ramadhan untuk mendapatkan rahmah, maghfiroh dan itqu min al-nar serta lailatul qadr tapi sekarang orang-orang terlebih kaum muda lebih senang meramaikan Mall-mall dan berbelanja di pasar dibanding beri’tikaf dimasjid.
Fenomena ini juga dimanfaatkan oleh para artis dengan berubah ppenampilan secara spontan dan banyak juga grup band yang berubah aliran, semua dengan alasan untuk mengejar pasaran Ramadhan. Ini menunjukkan bahwa betapa bulan ramadhan telah menjadi bulan komersial.
Mari kita bercermin sejauh mana ibadah yang kita lakukan selama ini? Puasa bukan hanya sekedar ritual tahunan dengan segala simbol-simbol atas nama keaagamaan, bukan juga sekedar menahan lapar dan haus, terlebih menganggap Ramadhan sebagai sarana untuk bisnis. lebih dari itu puasa mencoba mengajak kita mensrtukturisasi kesadaran keagamaan dari yang sifatnya personal ke kesadaran yang sifatnya sosial dengan harapan mendapatkan derajat muttaqin.
Selengkapnya...

Televisi "Bagaikan Ruh"

oleh: Malik Ibn Syafi'i
Dewasa ini, Televise (TV) telah menjadi kebutuhan primer dan bukan barang antik lagi. TV bagaikan ruh yang akan membuat manusia mati jika dipisahkan sedetik saja dalam kehidupan. Perkembangan TV juga sangat pesat, kita bisa temukan TV disetiap rumah sampai ke pelosok desa. Sebuah realita yang tidak akan kita jumpai beberapa dekade kebelakang.
Banyak manfaat yang bisa dikonsumsi dari acara-acara TV. Informasi-informasi terkait dunia politik, ekonomi, social-budaya, dan agama secara cepat bisa diakses dari berbagai cenel TV. Melalui TV kita bisa melakukan aktivitas belajar mengajar, berdakwah, dan menyampaikan pesan agama. Tidak ketinggalan penanyagan realita dari sejarah bangsa bisa dikemas dan disajikan dalam bentuk cerita film sebagai wujud nasionalisme serta patriotik terhadap tanah air.Disisi lain, TV telah menina-bubukan kita menjadi insan konsumtif, vakum, dan tertipu oleh cerita.
TV mendekontruksi dan membunuh realita dengan berbagai tanyangan yang disimulasi serta dimanipulasi. TV juga telah menyihir kita dalam suatu ruangan, sehingga jutaan manusia terdiam. Apa yang difatwakan TV benar maka itulah kebenaran terlepas dari berbagai kontraversinya. Seakan-akan TV menjadi Tuhan sehingga apa yang ditanyangkan menjadi wajib untuk ditiru dan bangga mengikutinya sebagai trend perkembangan zaman.
Banyak hal yang membuat kita geleng kepala ketika menyaksikan TV. Bagaimana bisa dikatakan baik, jika ada orang berpakaian segitiga dan sehelai kain menutupi dada lalu bergoyang dan menyanyi?
Akhir-akhir ini juga kita dihebohkan dan dijejali dengan berita asusila video mesum mirip dengan artis Ariel, Luna Maya dan Cut Tari. Akibat dari penanyangan TV yang berlebihan serta terus-menerus diberitakan, maka menimbulkan rasa penasaran bagi penonton tanpa terkecuali anak-anak. Kemudian mereka beramai-ramai mencari serta mendownload video tersebut melalui internet dan handphone (HP). Lalu tidak heran jika Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) prihatin atas penayangan potongan video porno mirip Ariel, Luna Maya dan Cut Tari yang sering muncul di televisi. Tayangan tersebut dinilai berdampak buruk bagi anak-anak yang melihatnya. Komnas PA mendesak televisi menghentikan tayangan tersebut. "Stop tayangan itu di TV!" kata Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait kepada detikcom, Rabu (8/6/2010).
Menaggapi fenomena TV, Yasraf Amir Piliang dalam bukunya "sebuah dunia yang dilipat” berpendapat “rangkaian tontonan yang disuguhkan oleh media elektronik kapitalisme telah menggiring masyarakat konsumerisme kedalam satu eksodus menuju satu nihilisme dan fatalisme kehidupan, kehidupam yang dilandasi bukan oleh moral, keimanan, atau makna luhur, melainkan oleh kedangkalan ritual, penampakan, dan simulacra profon”
Kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya bahwa degradasi moral bangsa ini penyebab utamanya adala TV. Karena TV juga banyak manfaatnya, sekarang tinggal bagaimana kita bisah memilih. Apabila yang ditnyangkan TV tersebut bermanfaat, maka kita wajib mengkonsumsi dan memberdayakannya. Apabila yang ditanyangkan membawa mudharat, maka disnilah peran kita semua untuk menolak dan melarang penyiarannya. Harapan besar juga kepada pemerintah melalui Menkoinfo dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk bisa mem-filter setiap acara di TV.
Selengkapnya...

Selasa, 31 Agustus 2010

AGAMA DAN BUDAYA: RELASI KONFRONTATIF ATAU KOMPROMISTIK?

Oleh: Dr H Roibin, MHi
A. Pendahuluan
Dialektika agama dan budaya di mata masyarakat muslim secara umum banyak melahirkan penilaian subjektif-pejoratif. Sebagian bersemangat untuk menseterilkan agama dari kemungkinan akulturasi budaya setempat, sementara yang lain sibuk dan asik membangun pola dialektika antar keduanya. Terlepas bagaimana keadaan keyakinan masing-masing pemahaman, dalam faktanya potret keberagamaan semakin menunjukkan suburnya pola akulturasi, bahkan sinkretisasi lintas agama. Indikasi terjadinya proses dialektika antara agama dan budaya itu, dalam Islam terlihat pada fenomena perubahan pola pemahaman keagamaan dan perilaku keberagamaan dari tradisi Islam murni (high tradition) misalnya, melahirkan berbagai corak Islam lokal, antara lain Islam Sunni, Islam Shi’i, Islam Mu’tazili, dan Islam Khawariji (low tradition). Dari tradisi Islam Sunni ala Indonesia, muncul Islam Sunni Muhammadiyah, Islam Sunni Nahdlatul al-Ulamā, Islam Sunni Persis, dan Islam Sunni al-Waşliyah. Lebih menyempit lagi, dari Islam Sunni NU, memanifestasi menjadi Islam Sunni-NU-Santri, Islam Sunni-NU-Priyayi, dan Islam Sunni-NU-Abangan. Tidak menutup kemungkinan, akan tampil berbagai corak keberagamaan baru yang lainnya, yaitu Islam Ortodok, Islam moderat, dan liberal.

B. Proses Negosiasi Agama dan Budaya:
Dari Puritanisasi Agama Menuju Akulturasi Budaya

Warna-warni ekspresi keberagamaan sebagaimana dilihat di atas mengindikasikan bahwa sedemikian kuatnya tradisi lokal (low tradition) mempengaruhi karakter asli agama formalnya (high tradition), demikian juga sebaliknya. Saling mempengerahui itulah dalam bahasa sosio-antropologinya dikenal dengan istilah proses dialektika agama dan budaya. Fenomena demikian di mata para ilmuwan antropologi dianggap sebagai proses eksternalisasi, objektivasi, maupun internalisasi. Siapa membentuk apa, sebaliknya apa mempengaruhi siapa. Bagaimana masyarakat memahami agama hingga bagaimana peran-peran lokal mempengaruhi perilaku sosial keberagamaan mereka. Dengan begitu, mengkaji, meneliti, maupun menelaah secara empirik fenomena tersebut, jauh lebih penting dan punya kontribusi akademis dari pada hanya melakukan penilaian-penilaian normatif- teologis semata.
Fenomena dialektika di atas, secara empirik tampak subur dalam tradisi keberagamaan masyarakat muslim lokal, terutama pada pola relasi antara nilai-nilai sosial budaya perkawinan lokal dengan nilai-nilai budaya perkawinan mainstream Islam. Secara umum karakteristik nilai-nilai sosial budaya lokal tersebut memiliki banyak keunikan dan daya tarik tersendiri. Unik dalam arti adanya kompleksitas dan pluralitas ekspresi keberagamaan yang bernuansa mitis, terutama dalam praktik budaya perkawinan adat yang dianggap sakral, keramat maupun suci, dan diyakini bahwa budaya ritual itu, sangat berpotensi memberikan berkah kepada siapa saja yang berniat mencari keutamaan dari upacara atau keyakinan mitis itu. Demikian juga sebaliknya, mereka yang tidak mematuhi ajaran adat senantiasa dihadapkan pada ancaman-ancaman psikologis.
Praktik keberagamaan kompromistik itu, suatu contoh perpaduan dua hukum perkawinan lokal dan Islam, dalam realitasnya seringkali mengundang perdebatan serius di kalangan masyarakat muslim. Sebagian komunitas mengatakan bahwa perilaku seperti ini adalah shirik, khurafat, takhayul, karena dalam praktiknya mereka selalu meyakini adanya kekuatan selain dan di luar ajaran Islam, yaitu Tuhan. Kegiatan tersebut acapkali diklaim sebagai perilaku bid’ah, karena perilaku spiritual yang demikian tidak ada landasan yang jelas dari Islam. Lebih dari itu komunitas ini semakin memperkokoh komitmen keagamaannya untuk memberantas praktik ritual maupun praktik mitis senada. Komunitas inilah yang seringkali disebut dengan kelompok muslim puritanis.
Namun demikian, terdapat juga komunitas lain yang mementahkan pandangan di atas, yang mengatakan bahwa praktik seperti itu dianggap sah-sah saja dalam agama. Sebab untuk sampainya komunikasi kepada Tuhan bagi komunitas ini diperlukan adanya perantara, yang dalam bahasa Islam dikenal dengan istilah wasīlah (perantara). Menurut keyakinan kelompok ini, wasīlah tersebut seringkali terdapat di tempat-tempat suci, sakral yang mereka datangi.
Sementara itu muncul pula kelompok lain yang lebih ekstrem yang mengatakan bahwa perilaku seperti itu, menurut komunitas ini hanya akan membuat umat Islam tersesat, karena nalar berpikirnya senantiasa cenderung pada pola penalaran irrasional.
Keragaman ekspresi keberagamaan di atas, baik yang muncul dari komunitas masyarakat Muslim lokal itu sendiri maupun dari subjektifias penilaian keagamaan yang datang dari luar komunitasnya, pada hakikatnya menunjukkan adanya perbedaan cara pandang tentang tarik menarik pola relasi agama dan budaya dimaksud. Melalui cara ini, sebagian di antara mereka optimis bahwa Islam akan lebih berkembang secara efektif. Sementara yang lainnya justru sebaliknya. Islam akan terkontaminasi dengan keruhnya budaya luar, dan secara perlahan akan menggeser keaslian Islam itu sendiri.

C. Perspektif Para Antropolog tentang Dialektika Agama dan Budaya
Berangkat dari pemikiran subjektif di atas, beberapa antropolog muslim maupun non muslim akan memahami bagaimana keterkaitan di antara keduanya? Mungkinkah manusia sebagai representasi pembawa misi agama memisahkan dirinya dengan ajaran-ajaran budaya lokal yang bernuansa mitis? Edward B. Tylor, dalam karyanya yang berjudul Primitive Culture mengatakan bahwa kognisi manusia dipenuhi dengan mentalitas agama, terbukti bahwa tema-tema kajian yang menjadi bahan perbincangan di antara mereka ketika itu adalah sifat dan asal-usul kepercayaan keagamaan, hubungan logis dan historis antara mitos, kosmos dan ritus. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Frazer, baginya agama adalah sistem kepercayaan, yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan tingkat kognisi seseorang.
Dalam literatur lain, Tylor lebih menegaskan bahwa agama manapun pada hakikatnya selalu mengajarkan kepercayaan terhadap spirit. Dengan kata lain mengajarkan kepercayaan terhadap pemberi inspirasi dalam kehidupan, baik melalui agama formal maupun non formal. Baginya keduanya tidak ada perbedaan yang signifikan, yang membedakan adalah pengkonstruknya. Agama dengan seperangkat tata aturan ajarannya adalah hasil konstruk penciptanya, sementara mitos adalah hasil konstruksi kognisi manusia. Jika melalui agama formal, maka seseorang harus meyakini konsepsi-konsepsi, kiasan-kiasan ajaran teks keagamaan masing-masing. Sementara jika melalui agama non formal maka seseorang dikonstruk untuk meyakini hasil imajinasi kognisi seseorang yang terkonsepsikan secara sistematis, filsofis, yang memiliki makna dalam realitas, yang disebut dengan mitos.
Dia merasakan bahwa karakteristik semua agama, baik kecil maupun besar, kuno maupun modern, formal maupun non formal senantiasa mengajarkan kepercayaan kepada spirit itu. Ia menyebutkan bahwa dalam agama telah terjadi hubungan intens antara ritual dan kepercayaan, antara ritual dan mitos. Keadaan inilah yang menyebabkan perjumpaan religi (agama), mitos dan magi dalam tataran empiris terjalin begitu kuat.
Dengan kata lain, mitos acapkali menjadi bagian yang tak terpisahkan dari agama, karena agama manapun dalam realitasnya senantiasa sarat dengan hadirnya praktik mitos itu. Sementara itu, menurut Peurson mitos juga berfungsi sebagai layaknya fungsi agama formal, yaitu sebagai alat pembenaran (pedoman) dari suatu peristiwa tertentu atau arah bagi kelompok pendukungnya, selain juga menjadi alat legitimasi kekuasaan bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Selanjutnya Jamhari menambahkan bahwa mayoritas agama senantiasa memuat eksplanasi mitos, utamanya dalam hal asal mula jagad raya, kelahiran, penciptaan, kematian dan disintegrasi serta berbagai persoalan yang mengarah kepada chaos (ketidakteraturan). Sekalipun demikian kuatnya pola relasi agama dan mitos dalam faktanya ia tetap kurang memperoleh respon positif dari komunitas Islam puritanis.
Sementara itu perspektif Clifford Geertz, juga menguatkan logika pemikiran di atas. Agama menurutnya bukan hanya masalah spirit, melainkan telah terjadi hubungan intens antara agama sebagai sumber nilai dan agama sebagai sumber kognitif. Pertama: agama merupakan pola bagi tindakan manusia (pattern for behaviour). Dalam hal ini agama menjadi pedoman yang mengarahkan tindakan manusia. Kedua: agama merupakan pola dari tindakan manusia (pattern of behaviour). Dalam hal ini agama dianggap sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalaman manusia, yang tidak jarang telah melembaga menjadi kekuatan mitis. Karena itu agama dalam perspektif yang kedua ini seringkali dipahami sebagai bagian dari sistem kebudayaan, yang tingkat efektifitas fungsi ajarannya kadang tidak kalah dengan agama formal. Itulah sebabnya mitos menjadi suatu keniscayaan adanya, sebagaimana keniscayaan agama itu sendiri bagi manusia.
Tidak hanya dari kalangan antropolog, dari kalangan Islamolog yang menaruh respon pemahaman agama secara kontekstual dan liberal, juga memiliki pemahaman serupa, bahwa agama yang tampil di tengah kehidupan masyarakat (keberagamaan) akan senantiasa beradaptasi dengan zamannya. Ia tidak lagi merupakan representasi wahyu murni yang terpisah dari subjektifitas penafsiran manusia. Melainkan ia telah menyatu dan bersinergi dengan kehidupan manusia yang plural. Dengan demikian praktik keberagamaan di masyarakat merupakan hasil perjumpaan kompromistik antara ajaran Tuhan dan penalaran subjektif manusia yang disebut mitos. Logika itu bisa diilustrasikan bahwa pada saat kita meyakini kebenaran hasil tafsir ulama tertentu, berarti kita telah meyakini mitos dari mufasir tertentu pula. Tafsir bukanlah murni wahyu Tuhan melainkan di dalamnya telah terdapat perpaduan pandangan, yaitu pandangan pencipta yang melekat pada maksud teks tersebut dengan pandangan manusia terhadap objek ajaran teks.
Para pemerhati keislaman yang dimaksud itu antara lain Fazlur Rahmān dengan neomodernismenya, Muhammad Abed al-Jābiri, dengan post-tradisionalismenya (pendekatan historisitas, objektivitas dan kontinyuitas), Muhammad Arkoun dengan post-modernismenya, Nasr Hamid Abū Zaid dengan strukturalismenya, Hasan Hanāfi dengan oksidentalismenya, dan M. Shahrūr dengan marxismenya, termasuk juga kalangan muda Islam belakangan dengan liberalismenya.

D. Kesimpulan
Implikasi metodologis pemahaman keagamaan di atas, menurut Fazlur Rahmān telah melahirkan pemahaman bahwa agama dianggap sebagai tindakan untuk mengikuti shara’ yang subjeknya adalah manusia. Dengan kata lain agama adalah otoritas subjektif manusia yang dikomunikasikan melalui shara’. Hal ini sama artinya bahwa agama adalah tindakan manusia yang sangat subjektif untuk mengikuti shara’. Agama adalah hasil dialektika kompromistik dari wahyu dan pengalaman subjektif manusia.
Potret pemikiran di atas, menggambarkan pemikiran yang cenderung meletakkan dan memahami teologi dalam kerangka kepentingan humanis. Pemikiran yang bukan semata-mata diarahkan pada keprihatinan vertical-teosentris, tetapi lebih dialamatkan pada tataran moral-horisontal-antroposentris. Dengan begitu agama sesuai dengan konteks zamannya, lebih bersifat terbuka, adaptif, fungsional dan applicable (terpakai) dalam menangani persoalan kemanusian secara riil, sekalipun aspek otentisitas agama juga tetap ia pertahankan.
Karena itu, agama oleh para ilmuwan muslim yang berbasis ilmu-ilmu antropologi tidak jarang dianggap sebagai bagian dari sistem budaya (sistem kognisi). Selain agama juga dianggap sebagai sumber nilai (sistem nilai) yang tetap harus dipertahankan aspek otentisitasnya. Di satu sisi agama dalam perspektif ini, dipahami sebagai hasil dari tindakan manusia, baik berupa budaya maupun peradaban. Pada sisi lain agama tampil sebagai sumber nilai yang mengarahkan bagaimana manusia berperilaku.
Agama tidak dipotret dari tradisi besarnya (high tradition), yaitu dengan melalui pedoman nasnya saja, melainkan agama juga dipotret dari perilaku dan pengalaman sosial keberagamaannya, yaitu agama yang sudah banyak dipengaruhi oleh tradisi kecil (low tradition). Ernest Gellner mengatakan bahwa dalam setiap wilayah tradisi besar (high tradition) pasti disertai dengan tradisi kecil (low tradition). Demikian juga M. Arkoun mengatakan bahwa Islam dengan huruf I besar selalu disertai dengan Islam dengan huruf I kecil.
Agama, sebagaimana yang dipahami oleh para ilmuwan di atas seakan telah melegalkan agama bersentuhan dengan budaya kearifan lokal setempat, bahkan pola relasi di antara keduanya dipandang sebagai suatu keniscayaan adanya.
Selengkapnya...

Selasa, 17 Agustus 2010

Analisi Kasus Perceraian Adji Masaid VS Reza Artamavia

oleh: Malik Ibn Syafi'i
A.Kronologi Kasus
Kasus perceraian Adjie Masaid dan Reza Artamevia makin seru dan meluas aja. Setelah tanggal 10 Desember lalu, Adjie melaporkan istrinya ke Polda atas tuduhan telah melakukan perselingkuan dengan Mantan Pejabat Negara.
Kedatangan Adjie ke Polda didampingi oleh dua pengacaranya Elza Syarief dan Hotman Paris. “Kedatangan saya disini untuk melaporkan dugaan perselingkuhan yang dilakukan istri saya dengan seorang pejabat,” kata Adjie kepada para wartawan dan juga infotaiment. Menurut aktor yang juga anggota DPR ini, ia telah memiliki bukti-bukti dan saksi-saksi yang bisa mendukung dugaan istrinya berselingkuh. Namun Adjie tak menyebutkan Saksi atau barang bukti apa yang disodorkan ke Polda. “Pokoknya kita sudah siapkan,” jawab Adjie.
Perselingkuhan Reza dengan mantan pejabat Negara itu, baru diketahui Adjie setelah ia menjalankan tugas dinasnya di Jawa Timur. Dari situ Adjie mendengar kabar kalo Reza sedang dekat dengan pejabat tersebut. Selain melaporkan kasus perselingkuhan, Adjie dan kuasa hukumnya juga melaporkan tentang ancaman yang diterima dirinya sejak kasusnya dengan Reza dibuka. Jiwa Adjie akan terancam kalo ia tidak menyerahkan dua anaknya kepada Reza. Tapi untuk kasus laporan ancaman ini, Adjie menyerahkannya kepada pengacara Ruhut Sitompul untuk mengatasi. Dengan demikian Adjie menggunakan jasa 3 pengacara ngetop untuk menghadapi Reza. Malamnya ditempat terpisah, Ruhut membenarkan kalo Adjie telah meminta bantuan kepada dirinya untuk mengatasi laporan ancaman tersebut.
“Adjie memang telah meminta bantuan saya. Sebagai pengacara profesional saya harus menolong orang yang meminta bantuan apalagi Adjie teman saya. Meski kita beda partai tapi yang jelas dia butuh perlindungan hukum, saya tidak boleh menolaknya,” kata Ruhut. Semula Ruhut menolak permintaan Adjie ini lantaran udah ada pengacara yang mendampinginya. “Saya ini lagi sibuk di Munas Golkar jadi sangat capek. Tapi karena Adjie memaksa saya, katanya saya merasa pede kalau didampingi abang, ya sudah lah saya Bantu. Apalagi Adjie seorang anggota DPR saya takut masalah ini dipolitisir,” ujar pengacara yang terjun di sinetron ini. Dengan didampingi 3 pengacara ngetop, apa Adjie merasa ketakutan menghadapi Reza?
“Dia memang cukup ketakutan sampai miscall saya 10 kali. Saat ini Adjie memang sangat hati-hati karena ia tak ingin apa yang dilakukan sekarang justru menjadi salah,” terang Ruhut. Mengenai ancaman nyawa yang diterima Adjie kalo tidak meyerahkan dua anaknya kepada Reza, pengacara berambut pirang ini mengatakan kepada Adjie untuk membuktikan kebenarannya dulu. “Ancaman itu kan diterima Adjie dari sahabatnya bukan langsung kepada dirinya. Selama tidak langsung anggap aja sebagai angin,” paparnya. Namun bukan berarti ancaman ini tidak diantisipasi oleh Adjie, Ruhut tetap menganjurkan kepada Adjie untuk meminta perlindungan kepada polisi.
Luhut yakin polisi akan melindungi warganya yang meminta bantuan dengan baik. “Sekarang Adjie telah melakukan itu,” ujar Ruhut. Mengenai orang yang mengancam Adjie yang kabarnya seorang tokoh yang terkenal di salah satu Organisasi Pemuda terbesar, Luhut mengaku mengenal dengan orang yang dimaksud itu. “Saya kenal dekat dengan orang itu. Dia senior saya. Dia orangnya baik bukannya orang yang suka culik orang,” aku Ruhut. Meskipun kini ia dipihak Adjie, tapi ia tetap berharap Adjie dan Reza bisa kembali menyatu seperti semula. “Saya sebetulnya juga tidak enak dengan Reza, papanya juga telah menelpon saya tapi karena Adjie duluan yang menghubungi saya. Saran saya kepada keduanya, harus tingkatkan kualitas komunikasi, Saya akan seneng kalo bisa mendamaikan mereka kembali menjadi satu keluarga,” harap Ruhut.
Disisi lain Reza juga dengan kuasa hukumnya, siap menghadapi perceraian dan telah menyatakan akan bercerai dengan alasan KDAR ( kekerasan dalam rumah tangga) dimana Adji Masaid sering berkata kasar dan ringan tangan.1
B.Konsep Penikahan dan Perceraian Dalam BW
1)Pengertian perkawinan.
Secara etimologi perkawinan ialah adanya suatu ikatan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dalam membentuk keluarga yang sakinah baik lahir dan bathin yang membolehkan adanya hubungan badan antar keduanya sehingga hubungan tersebut tertata dengan baik dan benar sehingga terciptalah masyarakat yang sadar perilaku dan etika perkawinan atau istilah yang sering digunakan dalam biologi. Pasal 26 telah dijelaskan tentang pengertian perkawinan sebagai berikut : pertalian yang sah anatara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama.2
Perkawinan dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi sarat pernikahan menurut BW3 perkawinan juga merupakan intuisi yang sangat penting dalam masyarakat.eksistensi intuisi ini adalah melegalkan hubungan hukum antara laki-laki dengan seorang wanita yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara laki-laki dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa (pasal 1 UU nomer 1 tahun 1974).
2)Syarat-syarat perkawinan.
Kedua pihak telah memenuhi batasan umur yang telah ditentukan yaitu sebagai berikut : laki-laki umur 18 tahun dan perempuan umurnya 15 tahun.
harus ada persetujuan bebas antara kedua pihak;
untuk seorang perempuan yang sudah pernah kawin harus lewat 300 hari dahulu sesudah putusan kawinan pertama
tidak ada larangan dalam undang-undang bagi kedu pihak;
untuk pihak yang dibawah umur,harus ada izin dari orang tua atau walinya.4
Syarat-syarat melangsungkan perkawinan diatur dalam pasal 6 sampai pasal 7 uu nomer 1 tahun 1974.syarat intern :
persetujuan kedua pihak.
izin dari orang tua apabila belum mencapai umur 21;
pria berumur 19 tahun dan wanita berumur 16 tahun. Pengecuwaliannya yaitu ada dispensasi dari pengadilan,camat dan bupati;
keduanya dalam keadaan tidak kawin;wanita yang kawin untuk kawin yang keduanya kalinya harus menunggu masa iddahnya karena cerai 90 hari dan kalau suaminya meninggal 130 hari.
Syarat-syarat eksterm :
1)harus mengajukan laporan ke pengawai pencatatan sipil nikah, talak, dan rujuk;
2)pengumuman ditanda tangi oleh pegawai pencatatan sipil yang memuat:
a)nama,umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari calon mempelai dan orang tua.disamping itu disebutkan juga nama istri atau suami yang terdahulu;
b)hari,tanggal, jam, dan tempat perkawinan dilangsungkan.
Persyaratan pra pelaksanaan perkawinan.
1)Pemberitahuan (angifte) tentang kehendak akan kawin kepada pengawai pencatatan sipil (ambtenaar burgjelijk stand), yaitu pegawai yang nantinya akan melangsungkan pernikahan;
2)Pengumuman (afkondiging) oleh pegawai tersebut, tentang akan dilangsungkan pernikahan tersebut.5
Adapun surat-surat yang harus diserahkan kepada pegawai pencatatan sipil agar dapat dilangsung pernikahan sebagai berikut :
1.Surat kelahiran kedua pihak;
2.Surat pernyataan dari pegawai pencatatan sipil tentang orang tua,izin mana juga dapat diberikan dalam surat perkawinan sendiri yang akan dibuat itu;
3.Proses-verbal dari mana ternyata perantara hakim dalam hal
4.Surat kematian suami atau istri atau putusan perceraian perkawinan lama;
5.Surat keterangan dari pegawai pencatatan sipil yang akan menyatakan telah dilangsungkan pengumuman dengan tiada perlawanan dari suatu pihak;
6.Dispensasi dari presiden (menteri kehakiman),dalam hal suatu larangan untuk kawin.6
surat-surat yang harus diserahkan kepada pegawai pencatatan sipil.
1.akta kelahiran adalah suatau akta yang dikeluarakan oleh pejabat yang berewenang, yang berkaitan dengan adanya kelahiran.manfaatnya ialah sebagai berikut :
a)memudahkan dalam pembuktian yang berkaitan dengan pengurusan warisan.
b)Syarat untuk diterima dilembaga pendidikan –perguruan tinggi.
Macam akta ada empat.
Akta kelahiran umum.
Akta kelahiran istemewa.
Akta kelahiran luar biasa.
Akta kelahiran tamabahan.7
Adapum persyaratan administratif yang harus dipenuhi sebagi berkut :
1.surat keterangan kelahiran dari yang berwenang,seperti dokter, bidan, dukun beranak, nahkoda, pilot pesawat terbang.
2.surat pengantar lurah atau kepala desa.
3.surat bukti kewarganegaraan nya (sbk) bagi wna yang telah menjadi wni dan berganti nama.
4.kartu keluarga.
5.bagi wna melampirkan dokumen-dokumen asing.
6.dua saksi memenuhi persyaratan : dewasa diatas 21, sehat jasmani dan rohani, tidak buta huruf, berdomisili kantor kantor catatan sipil yang bersangkutan.
3)Hak dan kewajiban suami-istri :
Adapun hak-hak dan kewajiban suami istri adalah:
1.menegakkan rumah tangga.
2.stabilitas dalam rumah tangga dan dalam pergaulan masyarakat.
3.wajib memiliki kediaman tetap.
4.wajib saling mencintai, menghormati,setia,dan saling membantu.
5.wajib bagi suami melindungi istri dan memberikan segala keperluan rumah tangga sesuai kemampunya.
6.istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
7.Istri menjadi tidak cakap bertindak didalam segala perbuatan hokum ia memerlukan bantuan dari suami.8
4)Larangan pernikahan
Di dalam KUH perdata diatur tentang larangan pernikahan yang diatur pada pasal 30 sampai pasal 33 KUH perdata. Dimana larngan itu ada 3:
Larangan kawin karena saudara dekat dalam keluarga sedarah dan karena perkawinan.
Larangan karena zina
Larangan kawin karena memperbaharui perkawinan setelah adanya perceraian, jika belum lewat satu tahun.9
5)Percampuran kekayaan
Setelah dinyatakan sah akad perkawinan maka diadakan percampuran kekayaan suami istri yang disebut dengan istilah “algehele gemeenschap van goederen”namun jika tidak maka tidak apa-apa.keadaan yang demikian itu berlangsung seterusnya dan tak dapat dirubah selam perkawinan.jika ingin menyimpang dari peraturan umum itu maka ia harus meletakan keinginannya dalam perjanjian perkawinan (huwelikssvoorwaarden).
Adapun percampuran kekayaan meliputi tentang dua hal.
1.Activa
2.Passive.
Kekayaan bersama itu disebut juga dengan gemeenschap atau gono gini.
Dan hal ini terdapat dalam pasal 124 ayat 3 yang berbunyi “ hak suami adalah mengurus harta dari percampuran harta kedunya.namun apabila si istri ingin harta tersebut dipecah dari harta bersama maka tindakan ini disebut dengan istilah “ afstand doen van gemeenschap ”.
Dalam pasal 140 ayat 3 disebutkan bahwa suami tidak diperbolehkan untuk menjual atau menggadaikan harta bersama tanpa izin si istri.selanjutnya si istri dapat memakai sendiri sesuai kehendaknya begitu denga gajinya asal demi untuk keperluan keluarga.dan istri dapat menyerahkan kuasa atas hakim untuk menjualkan atau mengadaikan harta bersama karna si suami sedang bepergian atau tidak mampu memberi izin karna sakit keras atau gila.namun si suami dapat mencabut kuasa yang telah diserahkan kepada hakim maka tindakan ini disebut dengan “ veronder-stelde machtiging “.
6)Perjanjian Kawin
Perjanjian kawin diatur dalam Pasal 29 UU Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 139 sampai dengan Pasal 154 KUH Perdata. Yang dimaksud dengan perjanjian kawin adalah perjanjian yang dibuat oleh calon pasangan suami-istri sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan untuk mengatur akibat perkawinan terhadap harta kekayaan mereka. perjanjian kawin dilakukukan sebelum atau pada saat akan dilangsungkan perkawinan. Perjanjian kawin itu harus dibuatkan dalam bentuk akta notaris. Tujuannya adalah:
1.Keabsahan perkawinan;
2.Untuk mencegah perbuatan yang tergesa-gesa, oleh karena akibat dari perkawinan itu untuk seumur hidup;
3.Demi kepastian hukum;
4.Alat bukti yang sah;
5.Mencegah adanya penyelundupan hukum;
Disamping diatur di dalam kedua ketentuan itu, perjanjian kawin juga diatur dalam Pasal 45 sampai dengan pasal 51 Inpres Nomor 1 Tahun 1991. hal-hal yang diatur dalam ketentuan tersebut adalah seperti berikut ini.
a)Perjanjian kawin dapat dilakukan pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan.
b)Bentuk perjanjian kawin adalah dalam bentuk ta’lim talak dan perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Biasanya bentuk perjanjian lain ini adalah tertulis dan disahkan oleh pegawai pencatat nikah mengenai kedudukan harta dalam perkawinan.
c)Isi perjanjian kawin meliputi percampuran harta pribadi, yang meliputi semua harta, baik yang diperoleh masing-masing selam perkawinan; pemisahan harta pencarian. Dengan adanya pemisahan ini tidak boleh menghilangkan kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
d)Kewenangan masing-masing pihak untuk melakukan pembeban atas hipotek atau hak tanggungan atas harta pribadi dan harta bersama atau harta syarikat.
Momentum mulai berlakunya perjanjian perkawinan adalah terhitung mulai tanggal dilangsungkan perkawinan. Sejak saat itu perjanajian kawin itu mengikat para pihak ketiga.10
7)Perceraian
Perceraian adalah pengakhiran suatu pernikahan karena suatu sebab11 dan akhirnya perkawinan dapat dihapuskan dengan perceraian tersebut. Perceraian juga diartikan penghapusan perkawinan dengan putusan mufakatan saja antara suami dan isteri, tetapi harus ada alasan yang sah. Alasan-alasan ini ada empat macam:
a.zina (overspel);
b.Ditinggalkan dengan sengaja (kwaadwillige verlating);
c.Penghukuman yang melebihi lima tahun karena dipersalahkan melakukan suatu kejahatan dan;
d.Penganiayaan berat atau membahayakan jiwa (pasal 209 B.W.)
Undang-undang perkawinan menambahkan dua alasan. A. salah satu pihak mendapat cacat badan/penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri; B. antara suami isteri terus-menerus terjadi perselisihan/pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga (pasal 19 PP 9/297).
Tuntutan untuk mendapat perceraian diajukan kepada hakim secara gugat biasa dalam perkara perdata, tetapi harus didahului dengan meminta izin pada ketua pengadilan negeri untuk menggugat. Sebelum izin ini diberikan, hakim harus lebih dahulu mengadakan percobaan untuk mendamaikan kedua belah pihak (verzoeningscomparitie).
Akibat dari perceraian dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
1)Pernikahann dan pencampuran harta berakhir.
2)Kewajiban suami untuk memberi nafka kepada istri atau sebaliknya.
3)Jika bekas suami/istri setelah menunggu satu sama lain menikah untuk kedua kalimya, maka segala akibat pernikahan hidup kembali( 232 a B.W)
4)Kekuasaan orang tua terhadap anak.12
8)Anlisis kasus
Kasus perceraian antara Adji Masaid dengan dengan Reza Artamavia yang sempat heboh pada tahun 2004 telah menggugah hati penulis untuk menganalisahnya melalui KUH Perdata yang berkaitan dengan perceraian dalam buku satu, dimana antara Adji dan Reza tidak mengalami kecocokan lagi untuk mengarungi bahterai rumah tangga. Melalui kuasa hukumnya Adji melayangkan gugatan cerai kepada istrinya dengan alasan tidak cocok lagi, karena ternyata Reza telah berselingkuh dibelakangnya dan dikuatkan dengan saksi yang telah disiapkan oleh Adji.
Sebelum membahas lebih jauh tentang perceraian apa yang dimaksud dengan perceraian itu? Perceraian adalah pengakhiran suatu pernikahan karena suatu sebab, dengan keputusan hakim13. Perceraian juga salah satu sebab perkawinan bubar. Adapun sebab-sebab perkawinan bubar adalah
Kematian
Karena keadaan tidak hadir si suami atau si istri, selama puluhan tahun, dikuti pernikahan baru istriny/suamiya sesuai dengan ketentuan-ketentuan bagian ke-lima bab delapan belas
Karena putusan hakim adnya perpisahan meja dan ranjang dan pembukuan pernyatana, bubarnya perkawinan dalam putusan itu register catatan sipil, sesuai dengan ketentuan-ketentan pada BAB II ini.
Perceraian
Adji yang menggugat cerai Reza telah melalui prosedur dengan melaporkan ke Pengadilan negeri dan ini sesuai dengan BW pasal 207 ”tuntutan untuk perceraian perkawinan harus diajukan kepada pengadilan negeri”. Selain itu, jika merujuk kepada pengertiannya maka harus ada alasan jelas yang melatar belakangi terjadinya perceraian, dalam hal ini Adji menggugat Reza dengan alasan selingkuh, secara leterleg dari empat alasan yang tertuang dalam BW adalah
Zina
Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat
Penghukuman yang melebihi lima tahun lamanya atau dengan hukuman yang lebih berat, yang diucapkan setelah perkawinan.
melukai berat atau menganiaya dilakukan oleh si suami atau si istri terhadap istri atau suaminya, yang demikian, sehingga membahayakan pihak yang dilukai atau dianiaya, atau sehinga mengakibatkan luka-luka yang membahayakan ( B.W. 209)
alasan perceraian yang diajukan Adji berdasarkan padal pada poin pertama dimana selingkuh termasuk dari perzinahan dapat menyebabkan dibukanya pintu perceraian.
Sedangkan dari sisi yang berbeda Reza juga sudah mengatakan akan menceraikan Adji dengan alasan yang sama, yaitu tidak cocok lagi dan Adji sering berkat kasar serta sering main tangan dalam menyelesaikan masalah. Kembali lagi pada pasal 209 BW alasan-alasan perceraian yang ke-empat dimana bunyinya ”melukai berat atau menganiaya dilakukan oleh si suami atau si istri terhadap istri atau suaminya, yang demikian, sehingga membahayakan pihak yang dilukai atau dianiaya, atau sehinga mengakibatkan luka-luka yang membahayakan”. Dengan begitu alasan cerai yang juga diajukan Reza sesuai dengan KUH Perdata.
Dalam hukum undang-undang perkawinan alasan perceraian ditambah dua hingga menjadi enam alasan, pertama salah satu pihak mendapat cacat badan/ penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan. Kedua antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan/pertengkaran dan tidak akan ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumaha tangga (pasal 19 PP 9/1997),
Perceraian adalah jalan satu-satunya yang terbaik untuk menyelesaikan perkara mereka karena keduanya tidak mungkin hidup berdampingan lagi. Undang-undang perkawinan juga membolehkan perceraian karena perselisihan dan pertengkaran mereka. Meskipun setiap pihak tidak menginginkan adanya perceraian termasuk kuasa hukum Adji sendiri (Ruhut Sitompul).
9)Kesimpulan
Perkawinan adalah pertalian yang sah anatara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama.
Sebab-sebab putusnya perkawinan adalah
Kematian
Karena keadaan tidak hadir si suami atau si istri, selama puluhan tahun, dikuti pernikahan baru istriny/suamiya sesuai dengan ketentuan-ketentuan bagian ke-lima bab delapan belas
Karena putusan hakim adnya perpisahan meja dan ranjang dan pembukuan pernyatana, bubarnya perkawinan dalam putusan itu register catatan sipil, sesuai dengan ketentuan-ketentan pada BAB II ini.
Perceraian
Perceraian adalah pengakhiran suatu pernikahan karena suatu sebab, dengan keputusan hakim.
Alasan-alasan perceraian
Zina
Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat
Penghukuman yang melebihi lima tahun lamanya atau dengan hukuman yang lebih berat, yang diucapkan setelah perkawinan.
melukai berat atau menganiaya dilakukan oleh si suami atau si istri terhadap istri atau suaminya, yang demikian, sehingga membahayakan pihak yang dilukai atau dianiaya, atau sehinga mengakibatkan luka-luka yang membahayakan ( B.W. 209)
perceraian yang diajukan Adji dengan Reza telah sesuai dengan prosedur perundang-undangan di Indonesia, dan perceraian yang ditawarkan kedua pihak adalah jalan terakhir untuk menyelesaikan perkara dalam rumah tangga. Perceraian yang didasarkan pada tuduhan perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga benar adanya dalam pasal 209 BW. Karena perselisihan yang panjang pula antara keduanya menyebabkan perceraian. Sulit memang menyatukan dua insan yang memilki karakteristik berbeda menjadi satu, tapi untuk masalah ini mereka sepakat menyelesaikan dengan cara perceraian.


DAFTAR PUSTAKA

Saifullah. 2007. Buku ajar hukum perdata di Indonesia. UIN Malang
Subekti. 1996. Pokok-pokok hukum perdata. Penerbit PT Intermasa: Jakarta
______2001. Kitab undang-undang hukum perdata , Pradinya paramita: Jakarta
www.kafegaul.com diakses pada tanggal 15 januari 2008.
Selengkapnya...

Analisis Hadits Keutamaan Shalat

oleh: Malik Ibn Syafi'i 
A.Hadits tentang keutamaan shaf
أخبرنا اسحاق بن ابراهيم حدَثنا جرير عن سهيل عن ابيه
عن ابى هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلَم خير صفوف الرجال اوَلها وشرَها اخرها و خير صفوف النساء اخرها وشرَها اوَلها
Setelah melacak hadits menggunakan kamus (mu’jam) dengan kata kunci صفوف maka penulis menemukan hadits tersebut diriwayatkan oeh tujuh perawi. Yaitu: Nasa’I, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Darimi, Ahmad bin Hambal, dan Ibnu Majah.
Nasa’I, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Darimi, dan Ibnu Majah meriwayatkan dengan lafadz:
خير صفوف الرجال اوَلها وشرَها اخرها و خير صفوف النساء اخرها وشرَها اوَلها
Disebutkan dalam kitab
shalat hadits ke-132 sahih Muslim, sunan Abu Daud hadits ke-97, tirmidzi pada fasal mawaqit hadits ke-52, Nasa’I bab shalat hadits ke-32, Ibnu Majah pada hadits ke-52 bab iqamah, dan darimi hadits ke-52.
Sedangkan Ahmad bin Hambal meriwayatkan dlam ktab musnad juz II dengan lafadz:
خير صفوف الرجال فى الصلاة اوَلها وشرَها اخرها و خير صفوف النساء فى الصلاة اخرها وشرَها اوَلها
Penelitian terhadap kualitas sanad selanjutnya difokuskan pada rangkaian transmiter yang terlibat dalam periwayatan hadits dengan matan berikut
خير صفوف الرجال اوَلها وشرَها اخرها و خير صفوف النساء اخرها وشرَها اوَلها
Hadits tersebut di-tarkhrij oleh Nasa’I dalam kitabnya sunan al-Nasa’I dan diagram transmitter hadits tersebut sebagai berikut
Hadits tersebut ditakhrij oleh Nasa’I yang memilik jalur sanad: Ishaq bin Ibrahim, Jarir, Suhail, dan Abi Hurairah. Sebelum penulis menguraikan biografi masing-masing perawi, analisis kebersambungan sanad, serta tebebasnya sanad tersebut dari syadz dan illat alangkah lebih baiknya jika mengetahui ranji sanad dari hadits semakna yang diriwayatkan oleh tujum amamul hadits:
B.Kritik sanad hadits
1)Tabel transformasi hadit
Nama Perawi
TL-TW/ Umur
Guru
Murid
Jarh wa Ta’dil
Ishaq bin ibrahim
L : 166
W: 238
U : 62
113 Orang
Jarir Bin Abdul Hamid
Ja’far Bin Auf
Hatim Bin Ismail
33 Orang
Nasa’i
Ahmad Bin Said Ad-Darimi
Hasan Bin Sufyan
Abdullah: ishaq adalah imam dari imam-imam orang muslim
Abdullah bin Thahir: ishaaq hafal 100.000 hadits
Wahb jin jarir: dia adalah orang yang jujur dalam menyebarkan kebenaran islam
Bin Abdul Hamid

L: 107
W: 188
U: 81
52 Orang
Hasan Bin Ubaidillah
Sufyan Al-Sturi
Suhail Bin Abi Shaleh
44 Orang
Ishaq Bin Ibrahim
Abdullah Bin Mubarok
Qutaibah Bin Said
Abu Bakr Alhamid: La Ba’sa Bih
Nasa’i: Stiqqah
Abdurrahman Bin Yusuf: Shuduq
Abdul Qasamah: stiqqah
Suhail Bin Abi Shaleh
L: -
W: -
U: 63

25 Orang
Harits Bin Mukhalid
Dzakwa Al-Samma
Abdullah Bin Burdah
56 Orang
Jarir Bin Abdul Hamid
Isamail Bin Zakaria
Malik Bin Anas
Tarmidzi: shalih sabtan fi haditsihi
Ahmad bin Hanbal: ma ashlaha hadtsihi
Yahya bin said: astbata indahum
Abu Hatim: yaktubu haditsihi wa la yahtaju bihi
Abu ahmad: la ba’sa bihi

Dzakwa Al-Samma

L: 38
W: 101
U: 63
25 Orang
Abdullah Bin Umar
Muawiyah Bin Abi Sufyan
Abi Hurairoh
52 orang
Suhail Bin Shaleh
Hamid Bin Abi Stabit
Thalha Bin Musharif

Abdullah Bin Ahmad: stiqahtu stiqah
Abu hatim: stiqqah dan,
Shalihul hadits yuhtaju bihadistihi
Muhammad bin saad: stiqqah


2)Biografi Perawi Dan Kebersambungan Sanad
1.Ishaq bin Ibrahim
Nama lengkap beliau adalah Ishaq bin Ibrahim bin Mukhlad bin Ibrahim bin Mathar al-Hanzhali. Lahir di Naisabur pada tahun 166 H dan menjadi imam bagi orang-orang muslim. Dalam menuntuit ilmu beliau berkelana dari negri satu ke negri yang lain tecatat beliau prnah ke Iraq, hijaz, yaman, hisyam khurasan, dan kembali ke Naisabur untuk menyebarkan ilmunya hingga wafat pada tahun 238 H1.
Dari perjalannya itulah beliau memiliki lebih kurang 113 guru, di antara guru-gurunya adalah Ja’far bin Auf Al-Kufi, Jarir bin Abdul Hamid, dan Hatim Bin Ismail al-Madani. Sedangkan muridnya lebih kurang 33 orang termasuk diantaranya imam hadits yang delapan (termasuk Nasa’i).
Imam Nasa’i menerima langsung hadits dari beliau dengan sighat akhbarana dan mendapat langsung hadits dari gurunya Jarir bin Abdul Hamid. Jadi beliau memiliki sanad yang bersambung (muttashil).
2.Jarir bin Abdul Hamid.
Lahir pada tahun 107 H2 dan besar di Khufa yang memiliki nama lengkap Jarir bin Abdul Hamid bin Qurthi. Seorang yang alim dan menguasai berbagai bidang keilmuan.
Memiliki guru dan murid yang banyak menunjukkan bahwa beliau adalah seorang yang benar-benar menguasai hadits, tercatat beliau memiliki 52 orang guru diantaranya adalah Hasan bin Ubaidillah, Sufyan al-Sturi, dan Suhail bin Abi Shalih. Dan memiliki 44 murid tiga diantaranya adalah Ishaq bin Ibrahim, Abdullah bin Mubarok, Qutaibah bin Said.
Beliau langsung memperoleh hadits dari suhail bin abi shalih dengan sighat muan’an, dari sinilah kita bisa mengetahui kebersambungan sanad yang beliau miliki muttashil.
Beliau wafat pada tahun 188 H tapat pada umur 81 tahun, umur yang cukup sepuh yang dimiliki kaum muslimin.
3.Suhail bin Abi Shalih.
Memiliki nama lengkap Suhail bin Abi Shalih beliau adalah seorang ahli hadits yang cukup disegani pada masanya. Berguru pada 25 orang ulama dimana tiga diantaranya adalah Harist bin Mukhalid al-Anshari, Dzakwan al-Samman, dan Ubaidillah bin Burdah. Karena kemasyhurannya beliau memiliki murid sebanyak 56 orang dan tiga yang terkenal diantaranya adalah Jarir bin Abdul Hamid, Ismail bin Zakaria, Malik bin Anas.
Mengenai lahir dan wafatnya tidak diketemukan referensi yang menyebutkannya tapi melihat masa hidupnya beliau hidup pada masa tabi’ tabiin. Mengenai hadits yang beliau riwayatkan yakni langsung dari gurunya yang merupakan pabak kandunganya sendiri. Dengan sighat muan’an jelaslah bahwa beliau memiliki ketersambungan sanad yang tidak terputus.
4.Dzakwan bin Abi Shalih al-Samman
Lahir pada tahun 38 H beliau merupakan ulama yang amanah dan berguru lebih kurang sebanyak 25 ulama’ dimana tiga diantranya adalah Abdullah bin Umar, Muawiyah bin Abi Sufyan, Abi Hurairah. Sedangkan murid beliau mencapai 52 murid yang tersebar dari berbagai daerah. Murid-murid beliau yang berhasil muncul menjadi ulama’ diantaranya Suhail bin Abi Shalih, Ibn Abi Stabit, dan Thalha bin Musharraf.
Beliau meriwayatkan hadits langsung dari sahabat rasullah Abi Hurairah dengan sanad yang bersambung menggunakan sighat muan’an. Beliau wafat ketika berusia 63 tahun tepatnya pada tahun 101 H ditanah kelahiranya madinah munawarah.
5.Abi Hurairah
Beliau merupakan sahabat Rasulullah yang menjadi abdinya dan meninggalkan kesenagan dunia dengan menjadi ahli sufi di Zawiyah masjid Nabawi. Beliau juga sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits dari rasulullah
Dengan begitu tidak diragukan lagi kredibelitas dalam ilmu hadits3 penulis juga berkesimpulan bahwa semua periwayat hadits yang telah diteliti memiliki ketersambungan sanad tampa ada stupun yang terputus.
3)Kualitas Pribadi dan Kapasitas Intelektual Perawi
1.Ishaq bin Ibrahim
Penilaian kritikus hadits terhadap pribadi perawi sebagaimana yang dilontarkan oleh Hambal bin Ishaq beliau adalah imam dari imam-imam kaum muslimin. Sedangkan Abdullah bin Thahir mengatakan bahwa Ishaq adalah ahli hadits yang hafal 100.000 hadits4 begitu juga Saudbin Zuaib yang berkata tidak akan ditemukan orang seperti Ishaq bin Ibrahim di bumi ini.
Dengan begitu terlihatlah bahwa beliau adalah searang perawi yang ta’dil, dan riwayatnya dapat dijadikan hujjah meskipun bukan pada tingkatan tertinggi.
2.Jarir bin Abdul Hamid
Penilai kritikus hadits terhadap pribadi perawi disebutkan bahwa beliau seorang perawi hadits yang stiqqah begitu penuturan Nasa’i dan Abu Qasim, sedangkan Umar berkata la ba’sa bih perkata berbalik disampaikan oleh sufyan bin uyainah fala hajat lii fiha,5
Dalam kitab yang lain tazhibut tashib ibn hibban dam khalili berkata Stiqaati6 Meskipun ada beberapa kritikus yang menyatakan kenegatifan pada keintelektualan perawi akan tetapi jika dibandingkan maka jumhur ulama’ sepakat akan keta’dilan Jarir bin abdul hamid sehigga penulis menagamil kesimpulan bahwa sanad perawi maqbul.
3.Suhail bin Abi Shalih
Kritikus terhadap Suhail bin Abi Shalih sitqqah seperti yang dikatakan Ahmad bin Abdullah dan Ibnu Said dan Ibn Hibban7. Dalam bahasa yang berbeda turmidzi berkomentar stabtan fil haditi dan Harb bin Ismail mengatakan ma ashlaha hadistahu, berbeda dengan redaksi yang diberikan Yahya bin said berkomentar astbata indahum.
Sejalan dengan Harb bin Ismail Abdurrahman berkata laisa haditsahuma bihujjah ditambah dengan Abu Hatim yaktubu hadistahu wala yahtaju bihi dan Nasa’i laisa bihi ba’sa. Akan tetapi Abu Ahmad mengataka stabt la ba’sa bih maqbulul ikhbari.8
Dari pemaparan kritikus-krutikus hadits tersebut jelaslah ada pendapat yang berbeda tentang perawi hadits, ada yang mengatakan dapat dijadikan hijjah dan ada yang tidak. Lagi-lagi kjika dikalkulasikan antra yang meneri debfab tidak secara kuantitas banyakan yang mnerima. Dari situlah penulis mengambil kesimpulan yang lebih banyak lebih mempunyai alasan untuk dijadikan hujjah.
4.Dzakwan bin Abi Shalih al-Samman
Komentar para krutikus hadits terhadap kualitas perawi, setelah penulis lakukan penelitian dari beberapa literatur yang ditemukan ada beberapa ulama yang mengatakan stiqqah diantaranya Ahmad bin Hanbal, Abu Hatim, M. Ibnu Said, Saji, Ajli. Dan abu Zahroh menambahkan beliau adalah mustaqul hadits. Dengan bahasa yang berbeda Abu Hatim menamnahkan komentarnya bahwa beliau adalah seorang shahibul hadits yahtaju bi haditsihi.
Dari semua komentar tersebut tidak seorang ulama yang berpendapat negatif kepada beliau dan ini menunjukkan beliau adlah seorang yang bersih dan langsung menerima hadits dari Abi Hurairah (sahabat Rasulullah). Dan hadits yang diriwayatkan beliau maqbul.
4)Penilaian terhadap kualitas sanad hadits
Seluruh perawibersifat siqqah dan tidak seoprangpun diantara perawi yang memiliki kecacatan. Meskipun ada diantara ulama yang mengataka salah satu perawi kualitas haditsnya hanya bisa ditulis dan tidak bisa dijadikan hujjah. Selain itu keberlangsungan dalam transformasi hadits dari guru kemurid tidak seorangpun yang terputus semuanya muttasil.
Dengan memperhatikan kaedah kesahihan hadits, seluruh kriterianya semua terpenuhi oleh sanad tersebut stiqqah, dan keta’dilan perawi dapat sijadikan hujjah kemudian penulis mengamil kesimpulan hadits tersebut berprediat sahih dengan alasan ta’dil perawi dan kebersambungan sanad.
C.Kritik matan hadits
Penelitian kualitas matan sesuai dengan petunjuk penelitian hadits, maka penulis mengunakan mu’jam al-Qur’an dengan kata kunci صاف ada i5 ayat dengan kata yang berbeda akan tetapi dari kesemuanya tidak satupun ayat yang membicarakan tentang keutamaan shaf shalat.
Kemudian penulis menggunakan metode kedua yaitu melalui hadits tang shahih atau lebih sahih. Ada beberapa hadit yang berkaitan dan menguatkan akan posisi hadits tersebut, seperti hadits yang diriwayatkan bukhari dan muslim sebagai berikut:
انَ رسول الله صلى الله عليه وسلَم قال لويعلم الناس ما فى النداء والصفَ اوَل ثم لم يجدوا الاَ ان يستهموا عليه
“bahwasanya rasulullah bersabda: sekiranya manusia mengetahui pahala yang ada pada adzan dan shf pertama lalu mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan mengundi, niscaya mereka akan mengadakan undian”
Dalam riwayat lain bukhari mentrkhrij hadits:
انَ رسول الله صلى الله عليه وسلَم قال لويعلمون ما فى الضف المقدَم لاستهموا
“bahwasanya rasulullah bersabda:sekiranya mereka mengetahui apa yang ada pada shaf terdepan maka mereka akan mengundi
Muslim meriwayatkan:
انَ رسول الله صلى الله عليه وسلَم لو تعلمون او يعلمون ما فى الضف المقدَم فكانت فرعة
” bahwasanya rasulullah bersabda: seandainya kalian mengetahui ayau dia mengetahi apa yang ada pada shaf terdepan maka akan terjadi pengundian.
Hadits tersebut jelas-jelas memberikan penjelaan tentang keutamaan shaf terdepan bahkan an-Nawawi mengisaratkan sekiranya para wanita salat berjamaah yang mana mereka tidak melihat laki-laki dan laki-laki tidak melihat wanita, maka kondisi seperti itu menjadikan shaf paling utama bagi wanita adalah yang pertama dan yang paling jelek adalah yang terakhir.9
kemudian penelitian matan dilanjutkan dengan mengaitkan dengan fakta sejarah, hadits ini ada dengan tujuan agar tercipta ketertiban dan kerapian dalam shalat, dan tidak terjadi percampuran shaf antara laki-laki dengan perempuan.
Apabila kita berbicara rasio maka akal kita akan mengatakan kekhusyuan dalam shalat sangat ditentukan oleh shaf, kerapian shaf dalam shalat memberikan kita ketenangan dalam beribadah, selain itu pemisahan shaf antara laki-laki dan perempua bukan semata-mata umtuk memuliakan salah satu jenis akan tetapi memberikan pelajaran pada kita kekhusyan dalam beridah uru penting dan laki-laki dengan perempuan itu bukan untuk dibed-bedakan. Hali inilah yang coba dijelaskan imam an-Nawawi tanpa membedakan keduanya.
Setelah mencoba meneliti sanad dengan beberapa metode kemudian penulis mencoba untuk mengambil kesimpulan. Hadits tersebut telah dikuatkan dengan hadits lain dan lebih shahih kualitasnya (Bukhari dan Muslim) dan telah sesuai dengan rasio akan keberada shaf laki-laki dan perempuan sehingga penulis mengatakan hadits tersebut sahih dari matannya dan dapat dijadikan hujjah.
D.Pemahaman hadits
1)Pemahaman melalui kitab syarah hadits
Kata خير صفوف الرجال bermakna sebaik-baiknya shaf bagi laki-laki maksudnya shaf yang paling utama ganjarannya bagi laki-laki, sedangkan kata شرَها bermakna sejelek-jeleknya maksudnya yang paling sedikit ganjaran pahalanya, dan kata خير صفوف النساء bermakna sebaik-baiknya shaf bagi wanita maksudnya shaf wanita berjamaah yang paling utama bersama dengan jema’ah laki-laki.10
Adapun sebab keungulan shaf pertama dari shaf-shaf laki-laki adalah bahwasanya orang yang menempati shaf pertama dengan kesungguhan mereka maju kedepan untuk shalat menjadikan mereka lebih memgetahu kondisi imam dan paling cocok dalam mengikuti gerakan imam, dan ketika syariat islam bersungguh-sungguh dalam menjaga kesucian laki-laki dan perempuan dari segala kotoran syubhat, godaan syetan, dan laki-laki yang bersebelahan dengan wanita serta sebaliknya. Singkatnya menghindari tercampurnya antara shaf laki-laki dan wanita.11
2)Pemahaman dengan pendekatan tanawwu’ al-’ibadah
Hadits dibawah ini menjelaskan tentang keutamaan shaf didepan:
انَ رسول الله صلى الله عليه وسلَم قال لويعلم الناس ما فى النداء والصفَ اوَل ثم لم يجدوا الاَ ان يستهموا عليه
تقدَموافائتموابى واليأتم بكم من بعد كم لا يزال قوم يتأخرون حتَىيؤخرهم الله
Hadits lain menjelaskan tentang keutamaan shaf terdepan dan tidak menjelaskan posisi shaf perempuan yang mana lebih utama sehingga memberikan pemahaman bahwa shaf perempuan juga utama di depan bergabung dengan laki-laki karena ingin mendapatkan keutamaan pahala meskipun dengan diundi.
خير صفوف الرجال اوَلها وشرَها اخرها و خير صفوف النساء اخرها وشرَها اوَلها
Bagaimana menyelesaikan dan memahaminya?
Dengan adanya hadits tersebut jelas bahwa yang utama di depan adalah laki-laki.
Apabila tidak ada laki-laki dalam shalat maka yang utama bagi perempuan adalan pada shaf di depan.
Shaf terakhir bagi perempuan lebih baik dari pada di depan jika ada laki-laki
Dengan demikian afdhal bagi laki-laki untuk shalat pada shaf terdepan, dan bagi perempuan lebih banyak pahalah di belakang dari pada di depan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian penulis tentang hadits keutamaan shaf bagi laki-laki dan wanita tersebut dapat dipetik beberapa kesimpulan:
Hadits tentang keutamaan shaf laki-laki dan wanita tersebut adalah shahih dari segi sanadnya karena selain sanadnya yang bersambung (muttashil)hingga Rasulullah, perawi yang mentransformasikannya adalah para perawi yang terpercaya, bersih dan dapat dijadikan hujjah karena stratifikasinya menempati urutan pertana dan kesemuanya memiliki nilai positif.
Dilihat dari matannya hadits tersebut juga sahih karena sesuai dan dikuatkan oleh hadits yang lebih shahih.
Setelah melakukan pemahaman hadits teryata hadits tersebut tidak bertentangan dengan hadits yang lain. Pendekatan dengan tanawwu’ al-’ibadah menjadikan hadits tersebut lebih kuat dan lebih muda difahami.
Demikian yang dapat penulis simpulkan walhasil dilihat dari kesemuaannya hadits yang diteliti penulis adalah hadits shahih.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Aqsalani, Shihabuddin Fadli Ahmad bin Ali. Tahzhib Wa Tahzhib. Dar Al-Fikr: Beirut.
Bin Said, Salim, 1999. ensiklopedi larangan menurut al-Qur’an dan sunnah. Pustaka asy-Syafi’iyah: Bandung.
Nawawi. Syarah bulughl mahram.
Sumbulah, Umi. 2008. Kritik hadits pendekatan historis metodelogis. UIN-Malang Press: Malang
Yusuf al-Mazy, 1994. Jamaluddin Abu Hajjah Tahzhibl Al-Kamal fi Asma' Al-Rijal. DarAl-fikr. Beirut.
Selengkapnya...

Berjuang atau hidup dalam ketertindasan

oleh: Malik Ibn Syafi'i
Mungkin kata-kata tersebut masih familiar di telinga kita semua. Moto yang dijadikan jargon oleh Presiden Fakultas sekarang pada saat kampanye bulan Januari lalu. Mendengar serta membacanya kalimat tersebut membuat motivasi tersendiri bagi mahasiswa, melihat kondisi Fakultas Syariah pada kenyataannya saat ini. Dan memang kita butuh pemimpin yang berani, tegas serta bijaksana dalam mengemban amanat yang diberikan kepadanya. Karena saat ini masih banyak persoalan di Fakultas Syariah yang harus dikomunikasikan dan mendapat solusi yang pasti, baik itu menyangkut kurikulum, laboratorium hingga praktikum yang kesemuanya kebanyakan belum bisa berjalan maksimal.
Kurikulum misalnya ada kesenjangan antara dosen yang mengajar dengan mata kuliah yang diampuhnya, pada dasarnya tidak menguasai keilmuan tersebut akan tetapi dipaksakan yang akhirnya bukan mencerdaskan mahasiswa akan tetapi malah membodohi mahasiswa, kadangkala sering ditemukan dosen yang tidak bisa interaktif pada mahasiswa, meskipun secara keilmuan mereka mumpuni, tapi tidak tahu bagaimana mentranformasi keilmuannya pada mahasiswa, lagi-lagi mahasiswa menjadi korban. Dan beberapa mata kuliah juga kita temukan tidak tepat pemasarannya dengan bahasa lain telah kadaluarsa untuk dikaji oleh mahasiswa. Ditambah lagi pengaturan jadwal kuliah yang pasang surut serta pembagian kelas yang tidak ideal, ini terlihat jelas pada semester IV dimana tidak meratanya jumlah mahasiswa dalam tiap kelas berimplikasi dengan tidak kondusifnya belajar-mengajar.
Laboratorium untuk saat ini masih banyak yang belum terpenuhi, coba kita tengok laboratorium falak yang hanya berisikan secuil alat praktek yang belum tersentuh. Ini merupakan tanda tanya besar bagi mahasiswa?
Praktekpun menjadi masalah, karena kurangnya media yang disediakan. Yang sangat mencolok dan merupakan permasalahan klasik adalah Praktikum Falak dimana selalu bermaslah dari tahun ketahun. Tidak adanya transparansi keuangan fakultas lagi-lagi membuat mahasiswa bertanya kemana uang praktek kami sebesar Rp 200.000 ??? tidak jelas pengeluarannya, dan yang mahasiswa alami hanya beberapa mata kuliah saja yang ada prakteknya, apabila kita kalkulasikan tidak memakan uang banyak. jika dibandingkan jumlah mahasiswa yang membayar uang praktek.
Dari uraian di atas merupakakan segelintir permasalahan yang ada di Fakultas Syariah belum termasuk permasalahan yang dialami mahasiswa Hukum Bisnis Syariah terkait dengan kompetensi dan pembelajaran skill yang akan mereka dapatkan. Ditambah lagi sekarang Fakultas Syari’ah telah membuka jurusan baru, yaitu Perbankan Syariah dengan berbagai kebutuhan software maupun hardware yang belum tuntas. Termasuk tentang kualifikasi dosen pengampuh dan kurikulumnya. Masih banyak lagi permasalahan jika kita mau membuka mata dan berkomunikasi.
Dan kesemuanya adalah PR bagi Presiden terpilih beserta kabinetnya. Mampukah mengemban amanat yang diberikan Mahasiswa Fakultas Syariah. Dan moto “Berjuang atau Hidup Dalam Ketertindasan” bukan hanya sekedar jargon belaka tapi benar-benar diaplikasikan dalam memperjuangkan apa yang menjadi hak mahasiswa. Perlu diingat bahwa menjadi Presiden Fakultas Syariah bukan hanya untuk gagah-gagahan atau sebuah jabatan eksekutif yang patut dibanggakan dengan berkata “inilah aku” tapi ini adalah amanah dan bukan untuk dipermainkan “kullukum raain wakullukum masulun an ra’iyatihi.
Selengkapnya...